KAL-SEL – Kontak24 – Kalau Banjarmasin tetap dipertahankan sebagai kota kanal, sebagaimana yang pernah dicanangkan pemerintah Belanda, maka segala bentuk pembangunan di kota ini, akan berorientasi pada sungai. Sehingga membangun apapun, sungai harus menjadi prioritas. Jangan sampai, membangun jalan, jembatan, rumah, pom bensin, kantor, dll, justru sungai dikalahkan.
Menurut Mansyur, sejarawan Banjar, Pemerintah Hindia Belanda sengaja mendatangkan seorang insinyur ahli penataan sungai, Ir. Herman Thomas Karsten, lulusan Technische Hoogescholl di Delf, Belanda, tahun 1914. Seorang ahli sungai yang sangat berpengalaman, sebelum ke Banjarmasin, ia terlibat dalam perencanaan Koloniale Tentonsteling di Semarang (1916).
Sebelum menata kanal di Banjarmasin, Thomas Karsten membaca berbagai literatur terkait topografi dan kondisi kawasan lahan yang kurang lebih sama dengan Banjarmasin. Ia mempelajari perencanaan perluasan kota Amsterdam dan Hague. Juga mempelajari konsep Granpre Moliere dalam membuat taman pinggiran kota Vreewijk di Rotterdam.
Ia juga membaca karya P. Fockem Adrew berjudul De Hedendaagsche Stedebouw, satu konsep tentang perencanaan kota modern tahun 1912, berisi tentang masalah perencanaan kota dan perumahan di Belanda yang topografinya kurang lebih sama dengan Banjarmasin.
Bermodal pengalaman dan literatur itu semua, jauh-jauh hari ia sudah mempersiapkan perencanaan penataan sungai di Banjarmasin, sebagai kota kanal.
Setelah datang ke Banjarmasin, oleh Residen Krosen ia ditugaskan untuk menyusun perencanaan penataan sungai. Tentu bukan pekerjaan mudah dan sebentar. Setidaknya pada rentang waktu hingga tahun 1920, ditata sepuluh kanal utama di pusat kota Banjarmasin. Penataan kanal-kanal tersebut menjadikan kota Banjarmasin, benar-benar dikenal sebagai kota kanal.
Bukan main-main, reverensi dalam menata kanal-kanal di Banjarmasin adalah literatur dan berbagai dokumen penting, terkait pembuatan kanal yang ada di Balanda, Italia, Belgia, Denmark, Jerman, yang dipelajari oleh Thomas Karsten. Kota-kota tersebut dikenal sebagai kota kanal sejak abad ke-17, dengan rumah di tepi sungai yang sangat elok, dan jembatan melengkung, yang tidak mematikan sungai.
Sepuluh kanal yang menjadi proyek penataan kota kala itu, antara lain Kanal Raden (Antasan Raden), Kanal Jalan Sutoyo, Kanal Jalan Veteran, Kanal Jalan A Yani, Kanal Pirih, Kanal Benteng Tatas/Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Kanal Pangambangan, Kanal Besar Jalan Mulawarman atau Jalan Jafri Zam Zam, Kanal Awang, dan Kanal Bilu. Semua kanal ini terhubung dengan Sungai Martapura dan Sungai Barito, sehingga sangat strategis dalam mengatasi banjir.
Seandainya kanal-kanal tersebut terawat dengan baik, maka lanskap kota Banjarmasin, setara kota-kota kanal ternama, yang sekarang menjadi obyek wisata terindah di dunia. Sebab kanal-kanal tersebut menghubungan sungai-sungai, berfungsi menjadi pengedali banjir, sarana transportasi, serta tata kota yang berorentasi pada sungai. Mungkin imajinasi kita akan terbayang, seperti halnya kota-kota kanal di Eropa, yang terhubung satu sama lain, hingga melintasi negara-negara.
Sayangnya, sungai di kota Banjarmasin, jangankan menghubungkan kota-kota, terhubung dengan kelurahan-kelurahan saja tidak. Sebab pembangunan sama sekali tidak berorientasi sungai. Bahkan sepenuhnya berorientasi darat, sehingga sungai selalu dikalahkan, dan akhirnya mati. (Ambin Demokrasi)